Penggolongan manusia yang paling utama adalah berdasarkan jenis kelaminnya. Secara alamiah, jenis kelamin seorang anak yang baru lahir entah laki-laki atau perempuan. Anak muda laki-laki dikenal sebagai putra dan laki-laki dewasa sebagai pria. Anak muda perempuan dikenal sebagai putri dan perempuan dewasa sebagai wanita.
Penggolongan lainnya adalah berdasarkan usia, mulai dari janin , bayi, balita, anak-anak , remaja, pemuda/i,dewasa, dan orangtua.
Selain itu masih banyak penggolongan-penggolongan yang lainnya, berdasarkan ciri-ciri fisik (warna kulit, rambut, mata; bentuk hidung; tinggi badan), afiliasi sosio-politik-agama (penganut agama/kepercayaan XYZ, warga negara XYZ, anggota partai XYZ), hubungan kekerabatan (keluarga: keluarga dekat, keluarga jauh, keluarga tiri, keluarga angkat, keluarga asuh; teman; musuh) dan lain sebagainya.
Sebuah peradaban adalah sebuah masyarakat yang telah mencapai tingkat kerumitan tertentu, umumnya termasuk perkotaan dan pemerintahan berlembaga, agama, iptek, sastra sertafilsafat. Perkotaan paling awal di dunia ditemukan di dekat rute perdagangan penting kira-kira 10.000 tahun lalu (Yeriko, Çatalhöyük). Kebudayaan manusia dan ekspresi seni mendahului peradaban dan dapat dilacak sampai ke palaeolithik (lukisan goa, arca Venus, tembikar / pecah belah dari tanah). Kemajuan pertanian memungkinkan transisi dari masyarakat pemburu dan pengumpul atau nomadik menjadi perkampungan menetap sejak Milenium ke-9 SM. Penjinakan hewan menjadi bagian penting dari kebudayaan manusia (anjing, domba, kambing,lembu). Dalam masa sejarah ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang bahkan lebih pesat (lihat Sejarah iptek).
Renungan diri
Umat manusia selalu mempunyai perhatian yang hebat akan dirinya sendiri. Kecakapan manusia untuk mengintrospeksi diri, keinginan individu untuk menjelajahi lebih mengenai intisari diri mereka, tanpa terkecuali menghasilkan berbagai penyelidikan mengenai kondisi manusia merupakan pokok jenis manusia secara keseluruhan. Renungan diri adalah dasar dari filsafat dan telah ada sejak awal pencatatan sejarah. Artikel ini misalnya, karena ditulis oleh manusia, dengan sendirinya tak dapat luput dari contoh refleksi diri.Manusia kerap menganggap dirinya sebagai spesies dominan di Bumi, dan yang paling maju dalam kepandaian dan kemampuannya mengelola lingkungan. Kepercayaan ini khususnya sangat kuat dalam kebudayaan Barat, dan berasal dari bagian dalam cerita penciptaan di Alkitab yang mana Adam secara khusus diberikan kekuasaan atas Bumi dan semua makhluk. Berdampingan dengan anggapan kekuasaan manusia, kita sering menganggap ini agak radikal karena kelemahan dan singkatnya kehidupan manusia (Dalam Kitab Suci Yahudi, misalnya, kekuasaan manusia dijanjikan dalam Kejadian 1:28, tetapi pengarang kitab Pengkhotbah meratapi kesia-siaan semua usaha manusia).
Ahli filsafat Yahudi, Protagoras telah membuat pernyataan terkenal bahwa “Manusia adalah ukuran dari segalanya; apa yang benar, benarlah itu; apa yang tidak, tidaklah itu”. Aristotlemendeskripsikan manusia sebagai “hewan komunal” (ζωον πολιτικον), yaitu menekankan pembangunan masyarakat sebagai pusat pembawaan alam manusia, dan “hewan dengan sapien” (ζωον λογον εχων, dasar rasionil hewan), istilah yang juga menginspirasikan taksonomi spesies, Homo sapiens.
Pandangan dunia dominan pada abad pertengahan Eropa berupa keberadaan manusia yang diciri-cirikan oleh dosa, dan tujuan hidupnya adalah untuk mempersiapkan diri terhadap pengadilan akhir setelah kematian. Pencerahan / pewahyuan digerakkan oleh keyakinan baru, bahwa, dalam perkataan Immanuel Kant, “Manusia dibedakan di atas semua hewan dengan kesadaran-dirinya, yang mana ia adalah ‘hewan rasionil’”. Pada awal abad ke-20, Sigmund Freud melancarkan serangan serius kepada positivisme mendalilkan bahwa kelakuan manusia mengarah kepada suatu bagian besar yang dikendalikan oleh pikiran bawah sadar.
Dari titik pandang ilmiah, Homo sapiens memang berada di antara spesies yang paling tersama-ratakan di Bumi, dan hanya ada sejumlah kecil spesies tunggal yang menduduki lingkungan beraneka-ragam sebanyak manusia. Rupa-rupa usaha telah dibuat untuk mengidentifikasikan sebuah ciri-ciri kelakuan tunggal yang membedakan manusia dari semua hewan lain, misal: Kemampuan untuk membuat dan mempergunakan perkakas, kemampuan untuk mengubah lingkungan, bahasa dan perkembangan struktur sosial majemuk. Beberapa ahli antropologi berpikiran bahwa ciri-ciri yang siap diamati ini (pembuatan-perkakas dan bahasa) didasarkan pada kurang mudahnya mengamati proses mental yang kemungkinan unik di antara manusia: kemampuan berpikir secara simbolik, dalam hal abstrak atau secara logika. Adalah susah, namun, untuk tiba pada suatu kelompok atribut yang termasuk semua manusia, dan hanya manusia, dan harapan untuk menemukan ciri-ciri unik manusia yang adalah masalah dari renungan-diri manusia lebih daripada suatu masalah zoologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar